Tempat asik untuk wisata di Belu NTT
Banyak dari kita yang belum mengenal akan belu dimana sebagai kabupaten baru berupaya untuk mengembangkan obyek pariwisata nya agar banyak wisatawan yang berkunjung dan lebih mengenal akan Belu. Berikut ini adalah Tempat wisata yang menarik anda kunjungi bila berkunjung ke Belu:
1. Benteng lapis Tujuh Makes
Benteng yang terletak di puncak bukit Makes, Desa Dirun ini sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, benteng ini berjarak ± 2 km dari Dusun Nuawa’in Desa Dirun, sedangkan jarak dari Kota Atambua menuju Desa Dirun ± 40 km, dengan waktu perjalanan ± 1,5 jam. Tempat ini mempunyai potensi wisata yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi salah satu prioritas unggulan oleh Pemda Kabubupaten Belu dalam hal ini Disbudpar Kabupaten Belu. Untuk sementara waktu memang fasilitas sarana dan prasana di benteng ini masih belum memadai.
Secara Geografis Desa Dirun berbatasan dengan :
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tohe kecamatan Raihat
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sisi Fatuberal kecamatan Lamaknen Selatan
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Leowalu kecamatan Lamaknen dan Desa Ekin kecamatan Lamaknen Selatan
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ma’udemu Kecamatan Lamaknen.
Saran Mot Dirun terletak di Desa Dirun, yang di dalamnya terdapat 2 (dua ) Dusun yaitu Dusun Nuawa’in dan Dusun Berlo’o.
Keunikan dari Saran Mot Dirun ini adalah :
Memiliki benteng dalam bentuk pagar batu sebanyak 7 (tujuh) lapis atau tujuh tingkat pertahanan yang tersusun rapi, sangat kuat dan masih asli Memiliki sebuah meriam tua yang terdapat di depan pintu masuk Saran Mot, meriam ini adalah bekas peninggalan bangsa Portugis Bahwa bangunan benteng ini, tidak mungkin dikerjakan oleh tangan manusia sendiri tetapi menurut kepercayaan masyarakat, benteng ini dibangun atau disusun rapi dan kuat karena adanya campur tangan dari para makhluk gaib Pada lapisan ke – 7 (tujuh) benteng ini, yang diameter lingkarannya ± 10 m, konon apabila melakukan upacara ritual adat dalam lingkaran kecil ini, walaupun ditempati ± 500 – 1000 orang, dipercaya tidak akan memenuhi tempat ini Untuk memasuki daerah Saran Mot ini, harus didahului dengan upacara adat yaitu meminta izin untuk membuka jalan menuju Saran. Ritual adat ini dilakukan oleh Tisi Antak Ne’an (kepala-kepala suku setempat).
Ada 5 (lima) tempat) yang harus dilewati sambil membuat upacara adat untuk membuka jalan atau pintu menuju Saran Mot.
Kalau niatnya berkunjung atau sekedar jalan – jalan menuju Saran, syaratnya bisa dengan beras yang dihambur – hamburkan sedikit demi sedikit di tempat – tempat yang sudah ditentukan oleh kepala – kepala suku, kemudian meletakkan sirih pinang dan uang kertas,
Kalau mau melakukan suatu upacara adat dalam Saran Mot itu sendiri, syaratnya adalah harus membawa beras, uang kertas, ayam jantan warna apa saja, tetapi khusus pintu terakhir masuk Saran harus ayam jantan warna merah dan sirih pinang.
Saran Mot berfungsi sebagai :
Tempat bermusyawarah untuk membentuk struktur pemerintahan adat setempat Tempat menerima kepala musuh (para meo) sebagai tanda kemenangan dimana para perempuan memukul genderang sambil menari tebe rai ( Likurai ), sedangkan para laki – laki menari biru (Bidu), Tempat mengadakan upacara syukuran hasil panen pertama berupa jagung dan padi ladang.
Di bagian luar keliling Saran Mot, terdapat kuburan – kuburan Raja, Sebelah kanan pintu keluar Saran adalah kuburan Raja laki – laki ( Raja Dirun I Dasi Manu Loe), masyarakat Lamaknen menyebutnya dengan Bei A Ipino, sebagai Na’I Dirun I. Di samping kuburan Raja laki – laki ada kuburan Raja perempuan (Na’i Pana), Kuburan di samping kuburan Raja perempuan ini adalah kuburan dari Suku Mamulak.
Kuburan di bagian kiri dari pintu keluar adalah kuburan berturut – turut dari Suku Lo’os, Siri Gatal, Kamane dan Mone Walu ( laki – laki ke – 8 ). Kuburan di pintu ke – 6 pintu masuk itu adalah kuburan dari Suku Lo’os (Bei Koi, Nene) Bahasa yang digunakan sehari – hari oleh masyarakat setempat adalah Bahasa Bunak (Marae).
Secara Geografis Desa Dirun berbatasan dengan :
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tohe kecamatan Raihat
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sisi Fatuberal kecamatan Lamaknen Selatan
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Leowalu kecamatan Lamaknen dan Desa Ekin kecamatan Lamaknen Selatan
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ma’udemu Kecamatan Lamaknen.
Saran Mot Dirun terletak di Desa Dirun, yang di dalamnya terdapat 2 (dua ) Dusun yaitu Dusun Nuawa’in dan Dusun Berlo’o.
Keunikan dari Saran Mot Dirun ini adalah :
Memiliki benteng dalam bentuk pagar batu sebanyak 7 (tujuh) lapis atau tujuh tingkat pertahanan yang tersusun rapi, sangat kuat dan masih asli Memiliki sebuah meriam tua yang terdapat di depan pintu masuk Saran Mot, meriam ini adalah bekas peninggalan bangsa Portugis Bahwa bangunan benteng ini, tidak mungkin dikerjakan oleh tangan manusia sendiri tetapi menurut kepercayaan masyarakat, benteng ini dibangun atau disusun rapi dan kuat karena adanya campur tangan dari para makhluk gaib Pada lapisan ke – 7 (tujuh) benteng ini, yang diameter lingkarannya ± 10 m, konon apabila melakukan upacara ritual adat dalam lingkaran kecil ini, walaupun ditempati ± 500 – 1000 orang, dipercaya tidak akan memenuhi tempat ini Untuk memasuki daerah Saran Mot ini, harus didahului dengan upacara adat yaitu meminta izin untuk membuka jalan menuju Saran. Ritual adat ini dilakukan oleh Tisi Antak Ne’an (kepala-kepala suku setempat).
Ada 5 (lima) tempat) yang harus dilewati sambil membuat upacara adat untuk membuka jalan atau pintu menuju Saran Mot.
Kalau niatnya berkunjung atau sekedar jalan – jalan menuju Saran, syaratnya bisa dengan beras yang dihambur – hamburkan sedikit demi sedikit di tempat – tempat yang sudah ditentukan oleh kepala – kepala suku, kemudian meletakkan sirih pinang dan uang kertas,
Kalau mau melakukan suatu upacara adat dalam Saran Mot itu sendiri, syaratnya adalah harus membawa beras, uang kertas, ayam jantan warna apa saja, tetapi khusus pintu terakhir masuk Saran harus ayam jantan warna merah dan sirih pinang.
Saran Mot berfungsi sebagai :
Tempat bermusyawarah untuk membentuk struktur pemerintahan adat setempat Tempat menerima kepala musuh (para meo) sebagai tanda kemenangan dimana para perempuan memukul genderang sambil menari tebe rai ( Likurai ), sedangkan para laki – laki menari biru (Bidu), Tempat mengadakan upacara syukuran hasil panen pertama berupa jagung dan padi ladang.
Di bagian luar keliling Saran Mot, terdapat kuburan – kuburan Raja, Sebelah kanan pintu keluar Saran adalah kuburan Raja laki – laki ( Raja Dirun I Dasi Manu Loe), masyarakat Lamaknen menyebutnya dengan Bei A Ipino, sebagai Na’I Dirun I. Di samping kuburan Raja laki – laki ada kuburan Raja perempuan (Na’i Pana), Kuburan di samping kuburan Raja perempuan ini adalah kuburan dari Suku Mamulak.
Kuburan di bagian kiri dari pintu keluar adalah kuburan berturut – turut dari Suku Lo’os, Siri Gatal, Kamane dan Mone Walu ( laki – laki ke – 8 ). Kuburan di pintu ke – 6 pintu masuk itu adalah kuburan dari Suku Lo’os (Bei Koi, Nene) Bahasa yang digunakan sehari – hari oleh masyarakat setempat adalah Bahasa Bunak (Marae).
2. Kolam susuk
Objek wisata kolam susuk berada di Desa Dualaus, Kecamatan Kakuluk Mesak, kabupaten Belu atau sekitar 17 kilometer arah utara dari kota Atambua, ibukota Kabupaten Belu. Tidak diketahui secara pasti kapan kolam susuk ditemukan tetapi keberadaan objek wisata ini sudah ada sejak dahulu kala dan dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk kebutuhan hidupnya dengan menangkap ikan, udang, kepiting, dan lain-lain.
Kolam ini terbentuk secara alami dan memiliki tanah yang berwarna putih. Sehingga kalau terkena sinar matahari airnya memantulkan cahaya yang berwarna putih seperti susu. Ini menjadi alasan mengapa sekarang nama objek wisata ini lebih sering disebut dengan nama kolam susu. Tetapi sebenarnya karena objek wisata ini dikelilingi oleh hutan bakau yang lebat menyebabkan banyak sekali terdapat nyamuk disekitar tempat ini, akhirnya masyarakat setempat kemudian menamai kolam tersebut dengan sebutan Kolam Susuk atau dalam bahasa Indonesia disebut kolam nyamuk. Selain itu hutan bakau ini juga merupakan tempat tinggal bagi ribuan kelelawar, kera jenis lokal , kepiting bakau, dan lain sebagainya.
Kolam Susuk yang dapat dicapai dalam tempo 20 menit perjalanan dengan kendaraan roda empat dari Atambua itu. Letaknya persis di Desa Junelu, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu.
Di atas puncak bukit yang membentuk kolam tersebut, telah dipasang sebuah pigura raksasa bertuliskan Kolam Susuk. Di lembah bukit yang menghadap ke arah kolam, telah dibangun rumah-rumah payung sebagai tempat berteduhnya para wisatawan dari terik matahari.
Kawasan Kolam Susuk akan dimanfaatkan untuk budidaya bandeng dan udang. Warga sekitar pernah mengembangankan bandeng dan udang di kolam tersebut. Namun tidak merawat dan menatanya dengan baik sehingga membuat lingkungan sekitarnya menjadi rusak.
Lokasi kolam susuk yang bermakna sejarah itu, kini sedang dipoles menjadi tujuan wisata alam dan bahari yang menakjubkan bagi para wisatawan.
Pengembangan kawasan wisata terpadu Kolam Susuk untuk menyediakan lokasi wisata alternatif untuk warga asing terutama dari Timor Leste. Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Belu bisa mendapatkan sumber pendapatan dari sektor pariwisata untuk kelangsungan pembangunan di daerah tersebut.
Kolam Susuk adalah salah satu kawasan wisata tambak di Kabupaten Belu. Sejak dahulu sudah dimanfaatkan warga, baik dari dalam daerah maupun luar untuk menikmati suasana alam, sambil menikmati hasil tangkapan bandeng yang ada di kolam tersebut.
Kolam ini terbentuk secara alami dan memiliki tanah yang berwarna putih. Sehingga kalau terkena sinar matahari airnya memantulkan cahaya yang berwarna putih seperti susu. Ini menjadi alasan mengapa sekarang nama objek wisata ini lebih sering disebut dengan nama kolam susu. Tetapi sebenarnya karena objek wisata ini dikelilingi oleh hutan bakau yang lebat menyebabkan banyak sekali terdapat nyamuk disekitar tempat ini, akhirnya masyarakat setempat kemudian menamai kolam tersebut dengan sebutan Kolam Susuk atau dalam bahasa Indonesia disebut kolam nyamuk. Selain itu hutan bakau ini juga merupakan tempat tinggal bagi ribuan kelelawar, kera jenis lokal , kepiting bakau, dan lain sebagainya.
Kolam Susuk yang dapat dicapai dalam tempo 20 menit perjalanan dengan kendaraan roda empat dari Atambua itu. Letaknya persis di Desa Junelu, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu.
Di atas puncak bukit yang membentuk kolam tersebut, telah dipasang sebuah pigura raksasa bertuliskan Kolam Susuk. Di lembah bukit yang menghadap ke arah kolam, telah dibangun rumah-rumah payung sebagai tempat berteduhnya para wisatawan dari terik matahari.
Kawasan Kolam Susuk akan dimanfaatkan untuk budidaya bandeng dan udang. Warga sekitar pernah mengembangankan bandeng dan udang di kolam tersebut. Namun tidak merawat dan menatanya dengan baik sehingga membuat lingkungan sekitarnya menjadi rusak.
Lokasi kolam susuk yang bermakna sejarah itu, kini sedang dipoles menjadi tujuan wisata alam dan bahari yang menakjubkan bagi para wisatawan.
Pengembangan kawasan wisata terpadu Kolam Susuk untuk menyediakan lokasi wisata alternatif untuk warga asing terutama dari Timor Leste. Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Belu bisa mendapatkan sumber pendapatan dari sektor pariwisata untuk kelangsungan pembangunan di daerah tersebut.
Kolam Susuk adalah salah satu kawasan wisata tambak di Kabupaten Belu. Sejak dahulu sudah dimanfaatkan warga, baik dari dalam daerah maupun luar untuk menikmati suasana alam, sambil menikmati hasil tangkapan bandeng yang ada di kolam tersebut.
3. Pantai Pasir Putih
Jarak dari kota atambua ± 24 km kearah utara. Dipantai ini pengunjung dapat berekreasi, mandi, berenang sambil menikmati suasana alam pantai yang tenang dan indah dengan pasirnya yang berwarna putih. Ditempat ini juga telah disediakan rumah payung, MCK, Fasilitas permainan anak-anak dan pondok-pondok yang dapat digunakan untuk beristirahat bersama keluarga selain itu dapat pula menyewa sampan tradisional untuk berkeliling menikmati indahnya pantai pasir putih dan juga bisa menyusuri pantai sukaerlaran dan motaain sebagai tapal batas dengan Negara RDTL yang merupakan pintu gerbang lintas darat.
4. Teluk Gurita
Terletak di Kecamatan Kakuluk Mesak ± 18 km dari kota Atambua kearah Barat Laut,dan perjalanan dapat ditempuh dalam waktu ± 30 menit. Pada zaman dahulu teluk ini bernama “ Kuit Namon. Teluk ini sudah dijadikan pelabuhan alam sejak nenek moyang. Selain lautnya yang dalam, airnya juga tenang dan dikelilingi bukit-bukit.
Konon, menurut penuturan para tokoh adat dan pelaku sejarah bahwa : pada zaman dahulu banyak pedagang baik dari Asia maupun Eropa yang datang untuk berdagang terutama mereka mencari Cendana dan Lilin. Kuit Namon sudah menjadi pelabuhan alam sejak itu.
Akhirnya para pedagang pun memanfaatkan kuit Namon menjadi tempat untuk bertransaksi. Kegiatan ini terus dilaksanakan hingga pada suatu hari tibalah juga pedagang Spanyol di Kuit Namon. Ketika sedang berlabuh untuk bertransaksi tiba-tiba Kapal mereka dililit seluruh bagiannya oleh seekor Kuit atau Gurita raksasa hingga menenggelamkan kapal tersebut.
Seluruh isi kapal tenggelam didasar laut teluk Gurita sekarang. Hingga kini bangkai kapal tersebut masih berada didasar teluk ini dan sudah menjadi fosil. Berdasarkan peristiwa ini maka Kuit Namon diganti namanya menjadi Teluk Gurita.
Setelah terjadi peristiwa tersebut,maka tentara Jepang pun memanfaatkan teluk Gurita sebagai pelabuhan untuk kepentingan perang, dan ketika Jepang kalah dari tentara Sekutu teluk ini dijadikan tempat untuk memusnakan seluruh peralatan perang serta amunisinya.
Konon, menurut penuturan para tokoh adat dan pelaku sejarah bahwa : pada zaman dahulu banyak pedagang baik dari Asia maupun Eropa yang datang untuk berdagang terutama mereka mencari Cendana dan Lilin. Kuit Namon sudah menjadi pelabuhan alam sejak itu.
Akhirnya para pedagang pun memanfaatkan kuit Namon menjadi tempat untuk bertransaksi. Kegiatan ini terus dilaksanakan hingga pada suatu hari tibalah juga pedagang Spanyol di Kuit Namon. Ketika sedang berlabuh untuk bertransaksi tiba-tiba Kapal mereka dililit seluruh bagiannya oleh seekor Kuit atau Gurita raksasa hingga menenggelamkan kapal tersebut.
Seluruh isi kapal tenggelam didasar laut teluk Gurita sekarang. Hingga kini bangkai kapal tersebut masih berada didasar teluk ini dan sudah menjadi fosil. Berdasarkan peristiwa ini maka Kuit Namon diganti namanya menjadi Teluk Gurita.
Setelah terjadi peristiwa tersebut,maka tentara Jepang pun memanfaatkan teluk Gurita sebagai pelabuhan untuk kepentingan perang, dan ketika Jepang kalah dari tentara Sekutu teluk ini dijadikan tempat untuk memusnakan seluruh peralatan perang serta amunisinya.
Ketika anda berada di teluk gurita, anda dapat melakukan kegiatan mancing di seputar teluk ini baik dari tepi pantai,maupun memakai perahu untuk memancing didanau Konkas yang berhubungan langsung dengan teluk gurita.
Anda bisa mendapatkan makanan pada Rumah makan “Tanjug Berluli“ Yang jaraknya dari lokasi ± 5 km. Rumah makan ini menyediakan menu makanan Seafood, Seperti Cumi, Kepiting, Ikan karang dan udang. Semua menu ini diolah dalam bentuk Goreng, Panggang dan Kuah Asam dan Manis.
Di sekitar lokasi wisata Teluk Gurita belum ada penginapan yang disediakan. Bagi anda yang menjelajahi lokasi ini dapat menginap di kota Atambua.
Untuk menjangkau lokasi wisata Teluk Gurita, dari kota Atambua anda dapat menggunakan Angkutan Umum, Trevel atau ojek. Anda harus menyewa jasa angkutan umum Rp.15.000 / Org, Trevel Rp. 250.000/ kelompok, Ojek Rp. 25.000/org.
Sekitar lokasi ada Kios-kios yang menyiapkan cindera mata seperti, kain adat, tempat siri-pinang yang dianyam dari daun pandan atau daun lontar. Patung-patung yang terbuat dari kayu cendana, madu asli, berbagai tas dll. Di kota Atambua anda dapat berbelanja Cindera mata Art Shop ADOROVI SOUVENIR di Jl.Pemuda no 9 Tulamae, Toko Manumean dan Dekranasda Kabupaten Belu.
Comments
Post a Comment